Perdagangan
ikan hias laut dunia dimulai pada tahun 1930-an, dan meningkat tajam
sejak tahun 1950-an dengan penambahan lokasi penangkapan, seperti Hawai
dan Filipina (Wabnitz et.al., 2003). Sekitar 1.471 jenis ikan hias
diperdagangkan di dunia, dengan perkiraan jumlah sebanyak 20 hingga 24
juta ekor. Jenis ikan jae-jae (Pomacentrus Viridis) dan ikan badut
(Amphiprion ocellaris) merupakan ikan yang terbanyak diperdagangkan
(Wabnitz et.al., 2003). Ikan hias air laut masih mengandalkan
penangkapan alam, hanya kurang dari 1 % saja yang telah dibudidayakan
(Wood, 2001).
Di Indonesia perdagangan ikan hias laut dimulai pada
tahun 1960-an, dengan lokasi penangkapan yang pertama adalah Kepulauan
Seribu. Saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor ikan hias laut
terbesar, bersama dengan Filipina. Pengunaan sianida sebagai alat
tangkap, baik ikan hias maupun ikan konsumsi, mulai marak dan masif
digunakan pada tahun 1980-an hingga 1990-an. Penggunaan sianida sebagai
alat tangkap ikan hias dianggap cukup efektif dan murah pada masanya.
Penangkapan ikan hias dengan sianida menimbulkan kerusakan terhadap
ekosistem terumbu karang.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suku
Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu (2007) menunjukkan persen
penutupan berkisar antara 0,38 – 48,25%, dengan rerata 24,69%. Lokasi
pengamatan yang terletak paling selatan adalah P. Bidadari, dengan
persen penutupan karang hidupnya hanya 0,38 %. Ekosistem P. Bidadari
bisa dikatakan bukan lagi ekosistem terumbu karang (Sudin Kanla Kep.
Seribu, 2007)
Pengelolaan pemanfaatan ikan hias laut dan biota terumbu karang lainnya di Kepulauan Seribu dimulai pada tahun 2004, salah satu cara dalam mengelola ikan hias laut dan biota terumbu karang adalah dengan program sertifikasi yang meliputi peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, cara-cara tangkap yang ramah lingkungan dan pengaturan penangkapan, dan juga konservasi ekosistem terumbu karang. Sertifikasi ikan hias diterapkan di Kepulauan Seribu pada 2003 oleh MAC berdasarkan kebutuhan pembeli yang menginginkan ikan hias laut yang sehat dan ditangkap dengan cara yang tidak merusak lingkungan.
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak penerapan program sertifikasi perdagangan ikan hias laut pada kondisi ekosistem terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi nelayan di Kepulauan Seribu
Read more: Home | The Indonesian Coral Reef Foundation http://www.terangi.or.id/#ixzz2EYGR7N2R
0 komentar:
Posting Komentar